Cari Blog Ini

Kamis, 13 Agustus 2020

Foto Ulama TQN (Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah)

Foto ulama TQN
(Thoriqoh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyah)

شيخ عبدالله قاسم بن زين العابدين
الشربونى


Kamis, 06 Agustus 2020

Teman Sejati


Didunia ini teman sejati cuma satu,bila seseorang mengandalkan manusia,kadang akan mengecewakan,bila kita mengharapkan kehadirannya,belum tentu dia ada untuk kita,walaupun ketika mereka mengharapkan pertolongan atau datang seseorang,kita akan selalu hadir untuknya walaupun hanya menghibur dan motivasinya.
Cuma hanya Allah swt lah teman kita yang sejati,yang menemani kita dalam setiap keadaan,baik suka maupun duka,yang siap mendengarkan keluh kesah kita.dan yang siap menolong kita,dan siap menemani kita didunia hingga akhirat kelak,asal kita mau menjadikanNya kekasih dan teman kita.
Semoga kita jadikanNya salah satu kekasihNya.
Amiin…

Sabtu, 01 Agustus 2020

MUROQOBAH



MUROQOBAH 20

MUROQOBAH

Syeikh Ahmad Khatib Syambas ibnu Abdul Ghaffar Ra. pendiri Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah dalam kitab Fathul 'Arifin mengatakan bahwa muraqabah itu ada 20:

1. Muraqabah Ahadiyah

Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi dalam Zat, Sifat, dan Af’al-Nya, dan mengingat sifat kamal, Muhal dan Naqis-Nya Allah SWT; mengingat Sifat 20 yang wajib bagi Allah beserta sifat Muhal bagi Allah SWT.
Kegunaan dari muraqabah ini adalah berharap akan memperoleh anugerah keutamaan Allah dari arah yang enam (atas, bawah, depan, belakang, kanan, dan kiri) dari sifat Jaiz Allah SWT. Dalil dari muraqabah Ahadiyah adalah,
ﻗُﻞْ ﻫُﻮَﺍﻟﻠﻪُ ﺍَﺣَﺪٌ
“Katakanlah sesungguhnya Allah itu adalah Zat yang Maha Esa”.
(QS. Al Ikhlas[112]: 1)

2. Muraqabah Ma’iyyah

Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi akan besertanya Allah SWT didalam setiap bagian-bagian dalam diri kita yang bersifat maknawi (tidak bias dilihat adanya beserta Allah SWT dalam diri kita).
Kegunaan dari muraqabah Ma’iyyah adalah adalah berharap akan memperoleh anugerah keutamaan Allah dari arah yang enam (atas, bawah, depan, belakang, kanan, dan kiri) dari sifat Jaiz Allah SWT. Dalilnya adalah,
ﻭَﻫُﻮَﻣَﻌَﻜُﻢْ ﺍَﻳْﻨَﻤﺎَﻛُﻨْﺘُﻢْ

“Allah secara maknawi itu bersama, dimanapun kalian berada”
(QS: al-Hadid [57]: 4)

3. Muraqabah Aqrabiyyah

Yaitu, mengawasi/mengintai-intai sesungguhnya Allah SWT itu lebih dekat kepada kita dibandingkan pendengaran kuping kita, penglihatan mata kita, penciuman hidung kita, perasa lidah kita, dan pikiran hati kita. Dalam arti Allah itu lebih dekat dibandingkan dengan seluruh anggota tubuh kita yang bersifat maknawi. Kita memikirkan semua makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, seperti manusia dan hewan yang berada diatas bumi, yang terbang di awang-awang, semua makhluk yang berada didalam laut. Mengingat alam yang berada di atas, seperti langit lapis tujuh beserta isi-isinya (bulan, matahari,bintang, mega, dll), alam yang berada di bawah, seperti bumi yang lapis tujuh beserta isi-isinya (lautan, gunung, pepohonan, daun-daunan, tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam, dll). 
Dalilnya,

ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﺍَﻗْﺮَﺏُ ﺍِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﺣَﺒْﻞِ ﺍﻟْﻮَﺭِﻳْﺪِ

“Aku (Allah) itu lebih dekat terhadap hamba-hamba-Ku dibandingkan dengan urat leher manusia”. (QS: Qaaf [50]:16)

Kegunaan dari muraqabah Aqrabiyyah adalah mengharapkan anugerah Allah kepada halus-halusnya otak yang berhubungan dengan lathaif yang lima yang berada di dalam dada yang dinamakan ‘Alam al-Amri. ‘Alam al-Amri adalah lokasi ijazahnya guru kepada murid. Adapun lafadz ijazahnya adalah:

ﺍَﻟْﺒَﺴْﺘُﻚَ ﺧِـﺮْﻗَﺔَﺍﻟْﻔَﻘِـﻴْﺮِﻳَّﺔِ ﺍﻟﺼُّﻮْﻓِـﻴَّﺔِﻭَﺍَﺟَﺰْﺗُﻚَ ﺍِﺟﺎَﺯَﺓًﻣُﻄْﻠَـﻘَﺔًﻟِﻠْﺎِﺭْشادِ ﻭﺍﻟْﺎِﺟَﺎﺯَﺓِ ﻭَﺟَﻌَﻠْﺘُﻚَ ﺧَﻠِﻴْﻔَﺔً .

“Aku pakaikan pakaian yang hina yang murni, dan aku ijazahkan kepadamu secara mutlak untuk dijadikan petunjuk dan ijazah dan kau kujadikan khalifah (pengganti)”
Kemudian si murid menjawab:

ﻗَﺒِﻠْﺖُ ﻭَﺭَﺿِﻴْﺖُ ﻋَﻠَﻰ ﺫﻟِﻚَ .

“Saya menerima, ridho atas ijazahnya guru kepadaku”

Maka murid sudah menjadi khalifah kecil. Inilah akhir dari wilayah shughra (wilayah kecil) dan permulaan wilayah kubra (wilayah besar).

4. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Ula

Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi akan kecintaan Allah SWT kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridha dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya didalam maqam yang pertama, serta mengingat asmaul husna yang berjumlah 99, mengingat kepada keabadian Allah yang tidak berujung.
Kegunaan muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Ula adalah berharap akan anugerah Allah kepada lathaif nafs (halusnya otak yang terletak ditengah-tengahnya kedua belah mata dan kedua belah alis).

5. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah

Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi akan kecintaan Allah SWT kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridha dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya didalam maqam yang kedua, serta mengingat-ingat Sifat Allah yang ma’ani dan ma’nawiyyah
Manfaat muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah adalah berharap akan anugerah Allah kepada lathaif nafs.

6. Muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Qausi

Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi akan kecintaan Allah SWT kepada kita makhluk-Nya yang beriman dengan menganugerahkan ridha dan pahala kepadanya, dan kecintaan kita makhluk-Nya yang beriman kepada Allah dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah mendekatkan diri kepada-Nya didalam maqam yang lebih dekat yang dipribahasakan dengan kadar se-bendera (isyarat kepada hal yang dekat sekali). Kegunaan muraqabah al-Mahabbah fi al-Daerah al-Tsaniyyah adalah berharap akan anugerah Allah kepada lathaif nafs).

Dalilnya ketiga muraqabah diatas adalah,

ﻳُﺤِﺒُّﻨَﻬُﻢْ ﻭَﻳُﺤِﺒُّﻮْ ﻧَﻪُ
“Allah mencintai orang-orang yang beriman kepada-Nya, dan mereka juga mencinta Allah SWT”. (QS. Al Maidah [5]:54)

7. Muraqabah Wilayah al-‘Ulya
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang menjadikan wilayah Malaikat AS. Dalilnya,
ﻫُﻮَﺍﻟْﺄَﻭَّﻝُ ﻭَﺍﻟْﺄَﺧِـﺮُﻭَﺍﻟﻈَّـﺎﻫِﺮُﻭَﺍﻝْﺑَﺎﻃِﻦُ

“Allah itu Zat Yang terdahulu tanpa awal, Zat Yang Akhir tanpa ada ujungnya, Zat Yang zahir pekerjaannya, dan Zat yang bersifat maknawi”.
(QS. Al Hadid [52]:3)

Firman Allah SWT,

ﺍِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻋِﻨْﺪَﺭَﺑِّﻚَ ﻻَﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭْﻥَ ﻋَﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻪِ ﻭَﻳُﺴَﺒِّﺤُﻮْﻧَﻪُ ﻭَﻟَﻪُ ﻳَﺴْﺠُﺪُﻭْﻥَ
Artinya:
“Sesungguhnya Semua Malaikat yang ada disamping Tuhanmu itu tidak mau menyombongkan diri dari beribadah kepada Tuhanmu, membaca tasbih dan sujud kepada Allah.

Oleh sebab itu hendaklah kalian meniru sifat-sifat Malaikat (didalam memakai pakaian taqwa/sifat Malakaniya, sifat mahmudah munjiyat, dan meninggalkan sifat syaithaniyah/nafsiyyah/bahimah-hayawaniyyah/sifat mazmumat muhlikat) ”. (QS. Al A’raf [7]:206 )
Manfaat muraqabah wilayah al-ulya adalah unsur tiga yang ada pada manusia yaitu air, api, dan angin.

8. Muraqabah Kamalat al-Nubbuwwah

Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi Yang menjadikan kesempurnaan sifat kenabian. Dalilnya,

ﻭَﻟَﻘَﺪْﻓَﻀَّﻠْﻨَﺎﺑَﻌْﺾَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻴِّﻴْﻦَ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ

Artinya:
“Sungguh Aku (Allah) lebih mengutamakan para Nabi mengalahkan kepada sebagian yang lainnya ”. (QS. Al Isra’ [17]:55)
Manfaat Muraqabah Kamalat al-Nubbuwwah adalah unsur tanah pada manusia

9. Muraqabah Kamalat al-Risalah
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang menjadikan kesempurnaan sifat para Rasul. Dalilnya,
ﻭَﻣَﺎﺍَﺭْﺳَﻠْﻨﺎﻙَ ﺍِﻻَّﺭَﺣْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ
Artinya:
“Aku (Allah) tidak mengutus kepada Mu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta ”. (QS. Al Anbiya’ [12]: 107)
Dan firman Allah SWT,

ﺗِﻠْﻚَ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞُ ﻓَﻀَّﻠْﻨَﺎﺑَﻌْﻀَﻬُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺑَﻌْﺾٍ

Artinya:
“Aku (Allah) mengutamakan Para Rasul mengalahkan keutamaan yang lainnya”. (QS. Al Baqarah [2]:253)
Manfaat Muraqabah Kamalat al-Risalah adalah sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah)11

10. Muraqabah Uli al-‘Azmi
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang telah menjadikan Rasul dengan title ulil azmi, yaitu Nabi Muhammad SAW, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi isa, nabi Nuh AS. Dalilnya,

ﻭَﺍﺻْﺒِﺮْ ﻛَﻤـَﺎﺻَﺒَﺮَﺍُﻭْﻟُﻮْﺍﻟْﻌَﺰْﻡِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ
Artinya:
“Sabarlah kalian semua seperti para Rasul yang mempunyai pangkat ulil azmi”. (QS. Al Ahqaaf [46]:35)
Manfaat dari Muraqabah Uli al-‘Azmi adalah sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah)

11. Muraqabah al-Mahabbah fi-Daerah al-Khullah wahiya Haqiqat Ibrahim ‘alaihi al-Salam
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang telah menjadikan Nabi Ibrahim yang mempunyai pangkat kholilullah (kekasih Allah). Dalilnya,

ﻭَﺍﺗَّﺨَﺬَﺍﻟﻠﻪُ ﺍِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﺧَﻠِﻴْﻼً
Artinya:
“Allah telah menjadikan hakikatnya Nabi Ibrahim AS sebagai kekasih”.
(QS. An Nisa’ [4]:125)
Kegunaan dari Muraqabah al-Mahabbah fi-Daerah al-Khullah wahiya Haqiqat Ibrahim ‘alaihi al-Salam adalah sifat Wahdaniyyah ¬(lathaif 10 buah)

12. Muraqabah Daerah al-Mahabbah al-Shirfah wahiya haiqaqat Syaidina Musa ‘Alaihi al-Salam
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang mulus, yang memberikan kasih sayang kepada Nabi Musa AS yang mempunyai gelar Kalimillah. Dalilnya,
ﻭَﺍَﻟْﻘَﻴْﺖُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣَﺤَﺒَّﺔً ﻣِﻨِّﻲ .
Artinya:
“Aku Telah melimpahkan kepadamu (Musa) kasih sayang yang datang dari- Ku”. (QS. Thaaha [20]:39)
Kegunaan dari Muraqabah Daerah al-Mahabbah al-Shirfah wahiya haiqaqat Syaidina Musa ‘Alaihi al-Salam adalah Wahdaniyyah ¬(lathaif 10 buah)

13. Muraqabah al-Dzatiyyah al-Mumtazijah bi al-Mahabbah wahiya haqiqat al-Muhammadiyyah
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang menjadikan hakikatnya Nabi Muhammad SAW menjadi kekasih yang utama serta sifat belas asih. Dalilnya,
ﻭَﻣَﺎﻣُﺤَﻤَّﺪٌ ﺍِﻻَّﺭَﺳُﻮْﻝٌ
Artinya:
“Tidaklah nabi Muhammad itu kecuali sebagai Utusan Allah”.
(QS. Ali Imran [3]:144)
Kegunaan muraqabah al-Dzatiyyah bi al-Murabbah wahiya haqiqat al- Muhammadiyyah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

14. Muraqabah al-Mahbubiyyah al-Shirfah wahiya haqiqat al-Ahmadiyyah
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang menjadikan hakikatnya Nabi Ahmad yang mempunyai sifat yang belas asih dan lembut. Dalilnya,
ﻭَﻣُﺒَﺸِّﺮًﺍﺑِﺮَﺳُﻮْﻝٍ ﻳَﺄْﺗِﻰ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻯْ ﺍِﺳْﻤُﻪُ ﺍَﺣْﻤَﺪُ
Artinya:
“Bergemberilah wahai Nabi Isa AS dengan Rasul yang akan diutus didalam akhir zaman yang bernama Nabi Ahmad SAW”. (QS. Ashshaaf [61]:6)
Kegunaan Muraqabah al-Mahbubiyyah al-Shirfah wahiya haqiqat al-Ahmadiyyah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

15. Muraqabah al-Hubbi al-Shirfi
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang mulus mengasihi orang-orang mukmin yang mencintai Allah, para Malaikat, para Rasul, Nabi, Ulama, dan semua saudara-saudara yang beragama satu (Islam). Dalilnya,
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺃﻣَﻨُﻮْﺍﺍَﺷَﺪَّﺣُﺒًّﺎﻟِﻠَّﻪِ
Artinya:
“Sesungguhnya orang yang beriman itu lebih besar kecintaan kepada Allah SWT”. (QS. AL Baqarah [2]:165)
Kegunaan Muraqabah al-Hubbi al-Shirfi adalah Sifat Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

16. Muraqabah Laa Ta’yin
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang tidak bisa dinyatakan dengan Zat-Nya dan tidak ada makhluk baik itu Malaikat muqarrabin, Para Nabi dan Rasul yang dapat menemukan Zat-Nya. Dalilnya,
ﻟَﻴْﺲَ ﻛَﻤِﺜْﻠِﻪِ ﺷَﻴْﺊٌ ﻭَﻫُﻮَﺍﻟﺴَّﻤِﻴْﻊُ ﺍﻟْﺒَﺼِﻴْﺮُ .
Artinya:
“Tidak ada sesuatu yang menyamai Allah. Dia adalah Zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Asy-Syuraa [42]:11)
Kegunaan Muraqabah Laa ta’yin adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

17. Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang telah menjadikan Ka’bah menjadi tempat sujud para mumkinaat kepada Allah SWT, Dalilnya,
ﻓَﻮَﻝِّ ﻭَﺟْـﻬَﻚَ ﺷَﻄْﺮَﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ .
Artinya:
“Hadapakanlah dadamu kea rah Ka’bah yang berada di Masjidil Haram”
(QS. Al Baqarah [2]:144)
Kegunaan Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

18. Muraqabah Haqiqat al-Qur’an
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan iktikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang menjadikan hakikatnya Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dinilai ibadah membacanya, menjadi dakwah dengan ayat yang paling pendek sekalipun. Dalilinya,
ﻭَﺍِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻓِﻰ ﺭَﻳْﺐٍ ﻣِﻤَّﺎﻧَﺰَّﻟْﻨَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻋﺒْﺪِﻧَﺎﻓَﺄﺗُﻮْﺍﺑِﺼُﻮْﺭَﺓٍﻣِﻦْ ﻣِﺜْﻠِﻪِ .
Artinya:
“Jika kalian semua ragu terhadap Al-Qur’an yang telah kami turunkan kepada hambaKu Nabi Muhammad SAW, maka jika kalian mampu buatlah satu surat yang menyamai seperti surat ini”. (QS. Al Baqarah [2]:23)
Kegunaan dari muraqabah Haqiqat al-Qur’an adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

19. Muraqabah Haqiqat al-Shalat
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang telah mewajibkan kepada hamba-hambaNya untuk mengerjakan shalat wajib lima waktu, yang mengandung beberapa ucapan dan gerakan, dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan beberapa syarat, rukun, tata caranya, menjauhi beberapa hal yang bias membatalkan shalat, menjaga waktunya, disertai dengan khudu’ dan khusu’. Dalilnya,
ﺍِﻥَّ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓَ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻛِﺘﺎَﺑﺎًﻣَﻮْﻗُﻮْﺗًﺎ
Artinya:
“sesungguhnya shalat itu wajib dilaksanakan oleh setiap orang mukmin pada waktu yang telah ditentukan”. (QS. An Nisa’ [4]:103)
Kegunaan muraqabah Haqiqat al-Shalat adalah Wahdaniyyah (lathaif 10 buah).

20. Muraqabah Daerah al-Ma’budiyyah al-Shirfah
Yaitu, mengingat Allah SWT dengan i’tikad yang kuat, merasakan kehadiran-Nya bahwa Allah mengintai-intai/mengawasi yang berhak untuk disembah oleh makhluk-Nya dengan tulus ikhlas karena Zat-Nya. Dalilnya,
ﻭَﻣَﺎﺧَﻠَﻘْﺖُ ﺍﻟْﺠِﻦَّ ﻭﺍﻟْﺎِﻧْﺴَﺎﻥَ ﺍِﻻَّ ﻟِﻴَﻌْﺒُﺪُﻭْﻥِ
Artinya:
“tidak Aku (Allah) jadikan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah tulus ikhlas kepada Allah SWT”. (QS. At-Thuur [52]:56

Wallohu'alam

Jumat, 31 Juli 2020

MENGASINGKAN DIRI (UZLAH)

 MENGASINGKAN DIRI (UZLAH)


Orang-orang berselisih tentang hal itu.Sebagian mereka berpendapat lebih menyukai uzlah daripada pergaulan,seperti Sufyan Ats-Tsauri,Ibrahim bin adam,Daud At-Tha’iy,Al-Fudhail bin Iyadh,Sulaiman Al-Khawash,dan Basri Al-Hafi.
Sebagian besar tabi’in lebih menyukai pergaulan dan memperbanyak saudara(teman) untuk saling menolong dalam kebajikan dan ketakwaan.Semuanya berdalil dengan sabda Nabi SAW.Tentang persaudaraan dan kerukunan ketika ia datang kepadanya seorang laki-laki yang telah pergi ke gunung untuk beribadah disitu.Maka Nabi SAW bersabda,”Jangan engkau lakukan dan jangan seorangpun diantara kamu melakukannya.Sungguh kesabaran seseorang di antara kamu dalam negeri islam lebih baik daripada ibadah seseorang dari kamu selama 40 tahun”.
Pendukung keutamaan uzlah,seperti Fudhail bin Iyadh ra,berdalil dengan sabda Rasulullah SAW.kepada Abdullah bin amr Al-Juhani, ketika ia berkata,”Ya Rasulullah,bagaimana cara keselamatan itu?” Nabi SAW menjawab,”Cukuplah engkau tinggal di rumahmu,tahan lidahmu(dari perkataan buruk),dan tangisilah dosamu.”
FAEDAH-FAEDAH,GANGGUAN-GANGGUAN,DAN KEUTAMAAN UZLAH
Masalah ini berbeda menurut perbedaan orang-orangnya.
Adapun faedah uzlah,ada kemungkinan untuk selalu melakukan ketaatan dan mengajarkan ilmu serta menghindari perbuatan-perbuatan terlarang yang cenderung dilakukan manusia dengan pergaulan,seperti riya’,ghibah,tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar,meniru akhlak tercela,dan juga terlalu menekuni urusan duniawi.
FAEDAH PERTAMA
Menekuni Ibadah,Berpikir, Menghibur Diri dengan Allah ta’ala,bermunajat kepadaNya,dan Merenungkan Kerajaan Allah.
Hal itu bisa dilakukan dengan uzlah dan menjauhi masyarakat.Itu sebabnya,seorang bijak berkata bahwa tidaklah seseorang mampu melakukan kholwat,kecuali bila ia menekuni Kitabullah.Orang-orang yang berpegang pada kitabullah adalah mereka yang beristirahat dari kepayahan dunia dengan mengingat Allah.
Orang-orang yang mengingat Allah ta’ala hidup dengan menyebut nama Allah,dan mati dengan menyebut nama Allah,serta bertaqwa kepada Allah dengan menyebut nama Allah.
Tidaklah diragukan bahwa mereka ini terhalang oleh pergaulan untuk berfikir dan berdzikir.Begitu pula Rasulullah SAW,diawal da’wahnya beribadah di gowa Hira.Maka apabila seseorang tetap dalam kholwat,hasilnya ialah apa yang dikatakan oleh Al-Junaid ra.:” Aku berbicara dengan Allah selama 30 tahun disaat orang-orang menyangka bahwa aku berbicara dengan mereka.”
Dikatakan kepada salah seorang dari mereka,”kenapa engkau tinggal sendirian?”
Ia menjawab,”Aku tidak sendirian,tetapi aku duduk disisi Allah.Apa bila aku ingin Allah berbicara kepadaku,maka kubaca kitab Allah,dan apabila aku ingin berbicara kepadaNya,maka aku pun shalat.”
Diceritakan bahwa ketika Uwais Al- Qarani sedang duduk,tiba-tiba datang kepadanya haram bin hayyan.Kemudian ia berkata,”kenapa engkau datang?”
Haram menjawab,”Aku datang untuk menghibur diri denganmu.”
Uwais berkata,”Aku tidak yakin bahwa seseorang mengenal tuhannya,bila ia menghibur diri dengan orang lain.”
Al-Fdhail berkata,”Apabila kulihat malam datang,aku pun gembira dengannya dan aku katakan: Aku menyendiri dengan tuhanku.apabila aku lihat subuh datang,maka aku pun merasa gelisah karena khawatir bertemu orang-orang dan datang kepadaku orang yang membuat aku lalai dengan tuhanku.”
Malik bin dinar berkata,”Barangsiapa tidak senang berbicara dengan Allah hingga meninggalkan pembicaraan dengan manusia,maka iapun sedikit amalnya dan buta hatinya serta menyia-nyiakan umurnya.”
FAEDAH KEDUA
Menjauhi maksiat-maksiat yang biasanya menimpa manusia dengan pergaulan dan ia selamat darinya di dalam khalwatnya(ghibah,riya’,dan tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar).
Ringkasnya,tidak dapat kita memutuskan bahwa salah satunya lebih utama secara mutlak,tetapi berbeda-beda menurut perbedaan orang-orang nya.

Dikutip: ihya’ulumuddin.

Kamis, 30 Juli 2020

SILSILAH THORIQOH QODIRIYYAH WA NAQSYABANDIYYAH(TQN)





  1. ALLAH SWT
  2. Jibril AS
  3. Muhammad SAW
  4. Sayyidina Ali KRW
  5. Sayyidina Husain bin Ali
  6. Syeikh Zainal ‘Abidin
  7. Syeikh Muhammad
    Bakir.
  8. Imam Ja’far Shodiq
  9. Syeikh Musal-Kadlim
  10. Syeikh Abul Hasan Ali
  11. Syeikh Ma’rufil Karakhi
  12. Syeikh Saris-Saqothi
  13. Syeikh Abul Qosim Junaidil-baghdadi
  14. Syeikh Abu Bakar Asy-Syabili
  15. Syeikh Abdul Wahid At-Tamimi
  16. Syeikh Abul Faraj Ath-Thurthusi
  17. Syeikh Abul Hasan Ali Al-Hakari
  18. Syeikh Abu Sa’id Al- Mubarah
  19. Sulthonul ‘Auliya’ Syeikh Abdul Qodir Jaelani
  20. Syeikh Abdul ‘Aziz
  21. Syeikh Muhammad Al-Hattaki
  22. Syeikh Syamsuddin
  23. Syeikh Syarifuddin
  24. Syeikh Nuruddin
  25. Syeikh Waliyuddin
  26. Syeikh hisamuddin
  27. Syeikh Yahya
  28. Syeikh Abu Bakar
  29. Syeikh Abdur Rokhim
  30. Syeikh Ustman
  31. Syeikh Abdul Fatah
  32. Syeikh Muhammad murad
  33. Syeikh Syamsuddin
  34. Syeikh Ahmad Khotib Asy-Syambasi
  35. Syeikh Muhammad Jabal Qubais
  36. Syeikh hasanil Bisri Al-Ghoruti
  37. Syeikh Abas bin Afandi Al-Ilyasa
  38. Syeikh Muhammad Hidayat bin Sukandi Asy-Sumda'i
  39. Syeikh Muhammad Nur Al-achadiyyatillah Asy-Syumatrani

KISAH NABI KHIDLIR AS DAN NABI MUSA AS

 
 
 
 
 
 


Ini sebuah kisah ketidak samaan pengetahuan dan kpahaman seorang awam dng prilaku seorang yg mmpunyai tingkat dan derajat yg tinggi disisi Allah SWT.
Dalam prjalananny yg panjang sampailah musa pada tempat dimaksud yaitu merupakan pertemuan dua lautan,disinilah dia bertemu seorang yg sholeh,yaitu khidlir yang telah diberi wahyu kenabian,serta diberi ilmu mukasyafah.
Nabi musa menginginkan nabi khidlir itu sebagai gurunya,dia ingin menimba ilmu darinya.Disamping itu juga nabi musa ingin mengetahui ilmu Allah SWT telah karuniakan kepada nabi khidlir,tetapi jawaban nabi Khidlir termaktub dlm suroh Al Kahfi ayat 67,yang artinya:
“Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar denganku” Imajinasi syeikhDemikianlah jawaban nabi khidlir kepada nabi Musa yang begitu singkat.Yang jadi tanda tanya,mengapa nabi khidlir masih meragukan seoran nabi yang bernama Musa?.
Karena nabi Musa belum diberikan ketajaman hati,serta kedalaman berpikir untuk menangkap hal-hal yang bersifat rahasia.
Kemudian Musa menjawab sebagai mana telah dijelaskan dalam Q.S Al Kahfi ayat 69, yang artinya:
“Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar,dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun”
Itulah jawaban nabi musa sekaligus untuk meyakinkan Nabi Khidlir,sampai akhirnya Nabi khidlir menerima Musa namun dengan satu syarat lagi terdapat dalam Q.S Al Kahfi ayat 70,yang artinya:
“Jika kamu mengikutiku maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun sampai aku sendiri menerangkan kepadamu”.
Akhirnya nabi musa menyetujui syarat tersebut.
Setelah keduanya menyetujui syarat tersebut,maka keduanya melakukan perjalanan dan akhirnya memulai untuk menguji akan kesabaranan janji Musa.pertama ketika mereka menaiki perahu, khidlir melobangi perahu tersebut,bukankah perahu itu milikorang sama sekali tidak berdosa,dan apakah nantinya tidak akan menenggelamkan semua yang ada di perahu tersebut.
Karena banyak pertanyaan dlm hati,akhirya Musa mengkritik dan menyalahkan atas perbuatan khidlir tersebut,sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Kahfi ayat 71,yang artinya:”Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat ruatu kesalahan yang besar”.
Namun apa jawaban nabi khidlir kepada Musa” bukankah aku telah berkata,sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku”
mendengar jawaban tersebut Musa diam,dan sadar dan akhirnya berjanji lagi,untuk tidak bertanya-tanya lagi hingga khidlir menjelaskan semuanya.
Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan,ditengah perjalanan mereka bertemu seorang anak,anak itu didekatinya hingga akhirnya khidlir membunuh anak itu yang tiada salah atau dosa apapun.
Lalu Musa berkata,
yang artinya:
“mengapa kamu bunuh seorang anak kecil suci,bukan karena dia membunuh orang lain sesungguhnya kamu telah melakukan suatu perbuatan yang mungkar”.
Lagi-lagi khidlir menjawab sama hal pertama.akhirnya musa sadar bahwa dia masih belum mengerti dan awam,tidak akan mengerti akan tindakan aneh yang dikerjakan oleh khidlir yang sudah dekat dengan Allah.
Maka musa berkata,yang artinya:
“Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah ini,maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan ma’af kepadaku”.
Lalu mereka melanjutkan perjalanan,yang tak lama kemudian mereka mendapatkan sebuah rumah dengan dinding yang hampir roboh,melihat itu,lalu khidlir membetulkan dinding tersebut,dengan tindakan tersebut musa jadi bingung dan makin tidak mengerti.”Jika kamu mau niscaya kamu mengambil upah untuk itu”kata musa.
Khidlir hanya tersenyum,tiga dari kejadian sudah diberikan,akan tetapi Musa sama sekali belum mengerti akan rahasia tersembunyi dari peristiwa tersebut. Akhirnya khidlir berkata yang artinya:
“Inilah perpisahan antara aku dan kamu,aku akan memberitahukan kepadamu maksud dari perbuatanku yang kamu tidak sabar terhadapnya.”
pertama : adapun perahu itu kepunyaan orang-orang miskin yang kerja di laut,dan aku merusaknya,karena dihadapan mereka ada raja yang akan merampas setiap perahu.
Kedua : adapun anak itu kedua orang tuanya adalah mukmin,dan aku khawatir anak itu akan mendorong kedua orang tuanya pada kesesatan dan kekafiran. Dan Aku menghendaki supaya tuhan mereka(Allah) mengantikan dengan anak yang lebih suci,dan sayang kepadanya.
Ketiga : adapun rumah itu kepunyaan dua anak yatim dikota itu,dan dibawahnya ada harta benda simpanan untuk mereka berdua,sedangkan ayahnya orang sholeh.maka tuhanmu menghendaki agar mereka sampai dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari tuhanmu dan aku melakukan ini bukanlah kemauanku sendiri.Demikianlah maksud dari perbuatanku yang kamu tidak tahu.”
Demikianlh hikayah Khidlir dan Musa

Semoga kita dapat mengambil hikmahnya.

IMAN SEJATI


السّلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Dikisahkan suatu ketika guru besar sufi Syeikh Abu Yazidil-Busthomi mengajak muridnya untuk berlayar mengarungi lautan.ketika dalam pelayaran muridnya bertanya,”guru apakah iman itu?”
gurunya hanya diam,muridnya bingung,lalu ikut diam juga,
Seantara waktu syeikh Abu Yazidil-Busthomi berkata kepada muridnya,
“apakah kamu benar -benar ingin tahu apa iman itu?”
“iya guru,” jawab muridnya mantap.
Lalu Sang guru mendorong muridnya hingga jatuh ke laut,
“tolong,tolong guru..”pinta simurid kepada gurunya,lalu sang guru mendayung perahu meninggalkan muridnya membiarkan muridnya tenggelam.
“tolooong…,tolooong…. tolong saya guruuu..”pinta simurid sekali lagi,si gurupun semakin menjauh.akhirnya simuridpun meratapi nasibnya ditengah gelombang laut,mengingat gurunya tak memperdulikannya.
Akhirnya simuridpun sadar bahwa tidak ada sebaik-baik penolong kecuali Allah SWT,tuhan yang maha pengasih dan penyayang,kepada semua makhluk ciptaanNya didunia ini,lalu simurid pun berdo’a,
“Ya Allah,Engkau yang maha pengasih dan penyayang,tidak ada daya dan upaya sedikitpun saya,kecuali dengan Engkau yang maha perkasa,maka dari itu,tolong selamatkanlah saya ya Allah.”.
Lalu datanglah sang guru menghampirinya,dan membantu simurid tersebut naik keatas perahu.
Lalu sang gurupun berkata kepada muridnya.
“ITULAH SEJATINYA IMAN.”.
 والسّلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

ADAB MURID KEPADA GURU

     ADAB MURID KEPADA GURUNYA.
السّلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

 Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemulian ilmu agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.

Ketahuilah saudaraku para pengajar agama mulai dari yang mengajarkan iqra sampai para ulama besar, mereka semua itu ada di pesan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda,

ليس منا من لم يجل كبيرنا و يرحم صغيرنا و يعرف لعالمنا حقه

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama” (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).

Tersirat dari perkatanya shallahu ‘alaihi wa salam, bahwa mereka para ulama wajib di perlakukan sesuai dengan haknya. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tak boleh dilupakan bagi seorang murid.

Guru kami DR. Umar As-Sufyani Hafidzohullah mengatakan, “Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk.”

Maka seperti adab yang baik kepada seorang guru?

Menghormati guru

Para Salaf, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhuberkata,

كنا جلوساً في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,

هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا

“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.

Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,

ما كان إنسان يجترئ على سعيد بن المسيب يسأله عن شيء حتى يستأذنه كما يستأذن الأمير

“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”.

Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,

مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ

“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.

Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,

تواضعوا لمن تعلمون منه

“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.

Al Imam As Syafi’i berkata,

كنت أصفح الورقة بين يدي مالك صفحًا رفيقًا هيبة له لئلا يسمع وقعها

“Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengarnya”.

Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku, karena Allah berfirman,

وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. Al Hujurat: 5).

Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.

Memperhatikan adab-adab ketika berada di depan guru

Adab Duduk

Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan, “Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”

Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan ini, “Duduklah dengan duduk yang beradab, tidak membentangkan kaki, juga tidak bersandar, apalagi saat berada di dalam majelis.”

Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya”.

Adab Berbicara

Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan Imam Malik ia layaknya seorang anak di hadapan ayahnya.

Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara Umar jika berbicara. Di hadist Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan,

كنا جلوساً في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Sungguh adab tersebut tak terdapatkan di umat manapun.

Adab Bertanya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).

Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan harus disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.

Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk mengajarkannya ilmu,

إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْراً

“Khidir menjawab, Sungguh, engkau(musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).

Nabi Musa, Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.

فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْراً

“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya” (QS. Al Kahfi:70).

Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang guru tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru setelah bertanya seperti ucapan, Barakallahu fiik, atau Jazakallahu khoiron dan lain lain. Banyak dari kalangan salaf berkata,

ما صليت إلا ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعاً

“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”

Adab dalam Mendengarkan Pelajaran

Para pembaca, bagaimana rasanya jika kita berbicara dengan seseorang tapi tidak didengarkan? Sungguh jengkel dibuatnya hati ini. Maka bagaiamana perasaan seorang guru jika melihat murid sekaligus lawan bicaranya itu tidak mendengarkan? Sungguh merugilah para murid yang membuat hati gurunya jengkel.

Agama yang mulia ini tak pernah mengajarkan adab seperti itu, tak didapati di kalangan salaf adab yang seperti itu. Sudah kita ketahui kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama belum diizinkan. Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di tengah mereka.

Bahkan di riwayatkan Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, yahya mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan gurunya bukan yang lain.

Apa yang akan Yahya bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan segerombol gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.

Mendoakan guru

Banyak dari kalangan salaf berkata,

ما صليت إلا ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعاً

“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”

Memperhatikan adab-adab dalam menyikapi kesalahan guru

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

كل ابن آدم خطاء و خير الخطائين التوابون

“Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat” (HR. Ahmad)

Para guru bukan malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari cari kesalahannya, ingatlah firman Allah.

وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ

“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).

Allah melarang mencari kesalahan orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh mencari kesalahan siapapun. Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia mendengar aib saudara atau kawannya? Bukankah akan menyebabkan dampak yang buruk akan hubungan mereka? Prasangka buruk akan mencuat, jarak akan tambah memanjang, keinginan akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.

Lantas, bagaimanakah jika aib para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Sungguh manusia pun akan menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat, padahal tidaklah lebih di butuhkan oleh manusia melainkan para pengajar kebaikan yang menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta yang tersebar tentang mereka.

Sungguh baik para Salaf dalam doanya,

اللهم استر عيب شيخي عني ولا تذهب بركة علمه مني

“Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dari ku.”

Para salaf berkata,

لحوم العلماء مسمومة

“Daging para ulama itu mengandung racun.”

DR. Awad Ar-Ruasti Hafidzohullah menjelaskan tentang makna perkataan ini, “Siapa yang suka berbicara tentang aib para ulama, maka dia layaknya memakan daging para ulama yang mengandung racun, akan sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.”

Namun, ini bukan berarti menjadi penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya yang tampak, justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia melihat kesalahan gurunya. Adab dalam menegur merekapun perlu diperhatikan mulai dari cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak menegurnya di depan orang banyak


 Semoga artikel ini bermanfa'at.

 والسّلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Kisah rosul sejati turun ke bumi


Tatkala hampir saat lahirnya sinar kerosulan dari langit kebesaran, maka datanglah perintah Allah Al-Jalil kepada pemberita kerajaan yaitu malaikat Jibril. “Wahai jibril,umumkan kepada semua makhluk penduduk bumi dan langit,agar menyambut dan bergembira,karena Nur yang terpelihara,rahasia yang tersimpan,yang telah kuciptakan sebelum adanya sesuatu,dan sebelum terciptanya bumi dan langit,kupindahkan pada malam ini ke rahim ibunya dengan gembira,aku penuhi seluruh alam dengan cahaya,dan Aku pelihara dia dalam keadaan yatim,serta Aku sucikan dia dan keluarganya dari segala macam dosa” Maka asry bergoncang karena riyang gembira,kursi bertambah wibawa dan tenang,langit penuh dengan cahaya,para malaikat gemuruh membaca tahlil,tamjid dan istighfar. Ibu nabi SAW selalu melihat tanda-tanda kemegahan dan keistimewaannya, sampai sempurna masa kandungannya,ketika semakin terasa sakit bersalin yang dialami ibu nabi SAW, dengan izin tuhan pencipta makhluk,maka lahir nabi Al-habib SAW,dalam keadaan sujud,bersyukur dan muji Allah SWT,Nabi SAW laksana bulan purnama.lahir dalam keadaan berkhitan dengan inayah Allah,bercelak hidayah,padang sahara bersinar dengan keelokannya,alam cemerlang dan bercahaya karena Nurnya,masuklah kedalam bai’t nabi.dengan mu’jizat pertama adalah padamnya api sesembahan di negeri persi dan runtuhnya bangunan-bangunan rumah tinggi,syaithon dilempari dari langit dengan bintang-bintang yang membakar,Jin yang kuat lagi perkasa menguasai kerajaanya berubah jadi hina dan tunduk,ketika cemerlang cahaya nabi menerangi,nur keelokan nabi bersinar menerangi segenap penjuru. Itulah rosul sejati,yaitu nur yang diceritakan diatas,yang berpindah-pindah kesulbi orang mukmin dan hati yang suci,mulai dari nabi adam sampai akhirnya masuk kedalam jasad aslinya yaitu muhammad bin abdullah,dan sampai akhir hayatnya,keluar lagi,dan keluar masuk ke jiwa-jiwa yang suci,hingga berakhirnya dunia fana ini sebagai rohmatallil’alamin. Akhir kata saya mengucapkan,Semoga nur hati kita mendapat pancaran nur muhammad rosul sejati SAW.serta dapat kembali kepada robbul jalil dengan selamat. Amiin…

Rabu, 29 Juli 2020

LATHIFAH DALAM THORIQOH

السّلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

بسم اللّه الرحمن الرحيم
اللّهم صلى وسلم على سيدنا محمّد وعلى ال سيدنا محمّد

Salam kesejahteraan bagi kita semua
TEMPAT TEMPAT LATHIFAH
Bahwa sesungguhnya manusia itu disusun dari 10 lathifah. 5 Lathifah disebut 'Alamul Khalqi dan 5 lainnya disebut 'Alamul Amri.
'ALAMUL KHALQI
'Alamul Khalqi disusun dari 5 lathifah yaitu Lathifatun Nafsi yang letaknya di antara kedua alis, serta empat lagi yaitu anasir (unsur) api, anasir angin, anasir air dan anasih tanah.
Di mana yang empat itu berkumpul, maka disebut Lathifatul Qalab, yakni inti (unsur terlembut) dari seluruh badan.
Jadi jelasnya 'Alamul Khalqi itu hanya ada 2 lathifah yaitu:
1. Lathifatun Nafsi (yang letaknya di antara dua alis).
2. Lathifatul Qalab (yang letaknya di ubun-ubun)
'ALAMUL AMRI
'Alamul Amri disusun dari 5 lathifah yaitu:
1. Lathifatul Qalbi, terletak di bawah susu sebelah kiri yang jaraknya kira-kira dua jari condong ke sebelah samping. Bentuknya seperti buah sanubari. Keberadaannya ada pada pembawaan Nabi Adam AS.
Cahaya lathifah ini adalah kuning.
Sifat-sifat baiknya adalah : Iman, Islam, Ikhsan, Tauhid dan Ma'rifat.
Sifat-sifat buruknya adalah : Musyrik, Kafir, Tahayul dan sifat-sifat Iblis.
2. Lathifatul Ruhi, terletak di bawah susu sebelah kanan kira-kira dua jari condong ke arah dada. Keberadaannya ada pada pembawaan Nabi Nuh AS dan Nabi Ibrahim AS.
Cahaya lathifah ini adalah merah.
Sifat-sifat baiknya adalah : Taat kepada Allah SWT.
Sifat-sifat buruknya adalah : Sifat Bahimiyah (hewan piaraan), jelasnya adalah mengikuti hawa nafsu.
3. Lathifatul Sirri, terletak di atas susu kiri yang jaraknya dua jari condong ke arah dada. Keberadaannya ada pada pembawaan Nabi Musa AS.
Cahaya lathifah ini adalah putih.
Sifat-sifat baiknya adalah : Tawadhu, pengasih dan penyayang.
Sifat-sifat buruknya adalah : Sifat Syabiyah (binatang liar), jelasnya adalah dhalim, pemarah dan pendendam.
4. Latifatul Khaffi, letaknya di atas susu sebelah kanan yang jaraknya kira-kira dua jari condong ke arah dada. Keberadaannya ada pada pembawaan Nabi Isa AS.
Cahaya lathifah ini adalah hitam.
Sifat-sifat baiknya adalah : Syukur dan sabar.
Sifat-sifat buruknya adalah : Hasud dan munafiq
5. Lathifatul Akhfa, terletak di tengah dada. Keberadaannya ada pada pembawaan Baginda Nabi Muhammad SAW.
Cahaya lathifah ini adalah hijau.
Sifa-sifat baiknya adalah : Ikhlas, khusyuk serta tafakur.
Sifat-sifat buruknya adalah : Ujub, ria dan takabur.
Selain 5 lathifah di atas, sebagian ada yang menambahkan 2 lathifah lainnya yakni :
6. Lathifatun Natiq
Sifat-sifat baiknya adalah : Ingat (berfikir)
Sifat-sifat buruknya adalah : Berkhayal dan panjang angan-angan (Tulul Amal)
7. Lathifatul Kullu Jasad
Sifat-sifat baiknya adalah : Ilmu dan amal.
Sifat-sifat buruknya adalah : Jahil dan lalai (alpa)
Kebanyakan dari Ahli Thariqah yang tinggi, senantiasa menghitung kepada bermacam-macam lathifah yang ada pada diri manusia dengan maksud untuk memudahkan orang-orang yang sedang belajar menggapai thariqah, serta dzikirnya bukan hanya lafadz Jalalah atau Ismu dzat. Hal ini bertujuan agar menghasilkan Jadbah (magnet) yang ditentukan dari dzat.
Wallahu a'lamu bishowab.
والسّلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته.


Galeri kaligrafi